Tolong jangan Labelling aku, Ma




"Waaaah anak mama yang 'Ganteng', sudah bisa jalan.."
"Eeeh... si dedek “cantik” sudah bisa panggil Papa"
"Anak pintar, sudah bisa suap sendok sendiri yah.."

Rasa rasanya hampir setiap orangtua pernah mengucap kata pujian seperti diatas.
Yah, ketika sikecil mulai tumbuh dari 0-2 tahun rasanya banyak sekali kepintaran dan prestasi yang iya tunjukan. Mulai dari berjalan, mengucap kata Mama , Papa, menyebutkan nama nama benda disekitarnya, mengetahui warna warna benda dan sebagainya.

Namun, masihkah kita mengucap pujian yang sama , ketika si Ganteng dan si Cantik Sholeh Soleha mulai membangun dirinya, mengupgrade level  kepintaraannya? Yang terkadang ditandai dengan sikap “Nakalnya anak anak” , tidak lagi menuruti perkataan ibu dan ayah, berbuat sesukanya, masihkah kita akan memuji si Ganteng Cantik?

Ketika si Ganteng cantik memiliki adik baru, dan ia mulai merasa tersaingi, merasa kehilangan sosok yang selama ini hanya ada “aku” dimatanya, mulai mencari-cari perhatian dengan berbuat nakal, masihkah Ibu , Ayah memuji si abang dan Kakak Ganteng, Cantik?

Beranjak Umur 3-5 disinilah Ibu , mulai tak tenang , hari demi hari makin banyak cap atau label yang diberikan pada si sulung  si tunggal, si bungsu maupun si tengah.

• "Lekas Nak, kenakan bajumu sudah jadi Abang kok tidak bisa pakai baju".

• "Cepat Kak makan rotinya, nanti terlambat ke sekolah lelet banget sih".

• "Begitu aja Nangis, pantes gak ada temen yang mau main, karena kamu cengeng".

Adakah dari kita yang pernah berkata seperti  diatas?
Ya, saya pribadi pernah mengucap salah satu kata diatas. Bentuk ucapan tersebut diatas bisa termasuk  labelling. karena berulang ulang kita ucapkan ketika anak melakukan kesalahan.

Di kutip dari artikel majalah nakita, "Labelling adalah sebuah penyimpangan yang bisa terjadi karena pemberian label atau cap dari masyarakat untuk seseorang, yang kemungkinan seseorang itu meneruskan penyimpangan tersebut hingga mereka dewasa.

Ada 2 macam label, Negatif dan Positif dan masing masing ada efeknya.


Efek label negatif:
√ Memiliki konsep diri yang negative
√ Anak menjadi rendah diri
√ Anak kesulitan mengukir prestasi

Efek label Positif
√ Anak jadi perfeksionis
√ Mudah tertekan apabila tidak mencapai hal yang diinginkan

Ketika memberi label negatif pada anak maka kata-kata yang keluar biasanya memiliki arti yang buruk. Usahakan mengganti kata-kata buruk dengan yang lebih halus. Contohnya, kata bodoh diganti dengan tidak bisa atau tidak mampu. Anda juga harus menjelaskan kepada anak mengenai kata-kata itu adalah agar ia tidak mengulanginya lagi di masa mendatang.

IBU HARUS TETAP TENANG

Rasanya ingin teriak bu , jika pagi pagi si kakak akan brangkat ke sekolah, si baby minta susu, si anak tengah minta di temani bermain. Belum lagi memikirkan menu apa yang akan dimasak hari ini, tombol mesin cuci yang belum di tekan, bla bla bla... bla bla bla.. seandainya waktu 24jam bisa ditambah atau bisa di stop sebentar, saya pun mau.

Ibu tak boleh sakit, Ibu tak boleh mengeluh, Ibu harus kuat, Ibu harus bisa ini itu, Ibu.. Ibu.. Ibu.. pokoknya Ibu, tapi apalah daya Ibu juga Manusia yang bisa berbuat salah, bisa lelah, bisa sakit, dan punya batas kesabaran.

"Ibu tenang maka anak tenang" itu kata kunci yang disampaikan Coach Leader : Nunny Hersianna (GoLangsing) , dalam acara “HypnoTalk Coaching Clinic” dengan tema "Loving NotLabeling" yang dipersembahkan Majalah Nakita beberapa waktu lalu.

Dengan bersikap tenang, maka otak reptil anak anak merespon dengan dengan tenang Pula.
Mengapa demikian, otak manusia terdiri dari beberapa bagian diantaranya ;
  • Otak Reptil  (otak kadal) atau batang. otak ini bertanggung jawab untuk body maintenance atau somatic dan survival , itulah sebabnya ketika Ibu  'Marah'  Otak anak merespon sebagai ancaman,  jika merasa terancam artinya dia butuh  survive , mempertahankan diri, dengan cara apa ? melawan, menyerang balik,  atau  diam  seketika, menangis .
  • Otak Limbik atau Otak Mamalia ( Mengontrol Emosi,  mengontrol fungsi vital tubuh)
  • Neocortex ( otak Kecerdasan)

Yang menjadi tantangan ibu, bagaimana Ibu bisa tenang???
Belum selesaI ini sudah minta itu, belum buat itu sudah mau yang ini, bagaiman bisa tenang jika tiba tiba si tengah menumpahkan makanannya sedang lantai baru dipel, atau tiba tiba si kecil keluar main tanah di pot bunga.
.
.
Itulah proses belajar anak anak, mereka menjadi kreatif, menjadi lebih ingin tau, menjadi lebih penasaran yang dampak perbuatannya sering kita sebut dengan kata "Nakal" ,  "Bandel" dsb.
Apakah bunda Kenal siapakah anak bunda? Ya jelas kenal , wong saya yang melahirkan kok gak kenal .
'Kenal' Bukan hanya kenal ciri ciri fisiknya, nama, tanggal lahirnya, tapi apakah ibu ayah kenal sifatnya? Paham apa yang ia inginkan?  Tak kenal, berarti tak bisa paham, tak paham maka tak sayang.

Menurut Psikolog Anak : Erfianne S. Cicilia S.Psi Psikolog, 3 hal penting agar orangtua minimal memberi label pada anak 'Kenal, Paham, Sayang'.

Anak adalah anugerah , karunia dari Tuhan yang dititipkan pada kita sebagai orang tua . adalah kewajiban kita merawat dengan sebaik-baiknya penuh kelembutan juga kasih sayang agar kelak menjadi "sebaik-baiknya manusia yang paling bermanfaat bagi manusia" (HR. Ahmad, ath Thabrani, ad Daruqutni).

Bila nanti Ia tumbuh menjadi anak anak yang penyendiri, cengeng, pemalas, dan sebagainya itu adalah dampak dari label yang kita beri di waktu kecilnya.

Maka kenali diri anak kita baik fisik maupun psikisnya, lalu pahami kebiasaannya, emosinya, dan Sayangilah
.
.
Semoga bermanfaat

salam J


Salam J

Comments

Makasi ya Mom, ini jadi pengingat aku bahwa melabeli anak dengan label buruk akan membuatnya tumbuh dengan konsep diri negatif.
Niwanda said…
Ah iya, terima kasih sudah mengingatkan, Mom. Penting memang ya untuk ortu agar tidak tergelincir melabeli anak, karena efeknya ternyata bisa panjang....